Blogger Template by Blogcrowds.

Beberapa unsur atau kualifikasi yang harus terpenuhi suatu perjanjian internasional, untuk dapat disebut sebagai perjanjian internasional, yaitu[1]
a.   Kata sepakat
Kata Sepakat adalah merupakan unsur yang sangat essensial dari suatu perjanjian, termasuk perjanjian internasional. Kata sepakat adalah inti dari perjanjian. Tanpa adanya kata sepakat antara para pihak, maka tidak akan ada perjanjian. Kata sepakat inilah yang dirumuskan atau dituangkan di dalam naskah pasal-pasal perjanjian. Pasal-pasal naskah perjanjian itulah mencerminkan kata sepakat dari para pihak.
b.   Subyek-subyek Hukum
Subyek-subyek hukum dalam hal ini adalah Subyek-subyek hukum internasional yang terikat pada perjanjian. Dalam perjanjian-perjanjian internasional yang tertutup dan substanstinya lebih bersifat teknis misalnya dalam perjanjian bilateral atau multilateral terbatas, pihak-pihak yang melakukan perundingan (negotiating states) adalah juga pihak-pihak yang terikat pada perjanjian. Sedangkan pada perjanjian internasional yang terbuka dan isinya mengenai masalah yang bersifat umum, antara pihak-pihak yang melakukan perundingan dengan para pihak-pihak yang terikat pada perjanjian internasional tersebut belum tentu sama. Tegasnya, negara-negara yang terlibat secara aktif dalam proses perundingan untuk merumuskan naskah perjanjian belum tentu akan menjadi para pihak atau peserta pada perjanjian yang bersangkutan, misalnya karena negara itu tidak atau menolak menyatakan persetujuannya untuk terikat. Sedangkan negara-negara yang tidak terlibat dalam proses perundingan, boleh jadi akan menjadi para pihak atau peserta pada perjanjian bersangkutan oleh karena negara itu menyatakan persetujuannya untuk terikat. Hal ini lumrah terjadinya dalam perjanjian-perjanjian multilateral terbuka. Subyek-subyek hukum internasional yang dapat membuat atau terikat sebagai pihak pada suatu perjanjian internasional adalah negara (termasuk negara bagian, sepanjang konstitusi negara federal yang bersangkutan memungkinkannya); Tahta suci; organisasi internasional; kaum belligerensi; dan bangsa yang sedang memperjuangkan haknya
c.   Berbentuk Tulisan.
Berbentuk tulisan ini adalah sebagai perwujudan dari kata sepakat yang otentik dan mengikat para pihak. Kata sepakat itu dirumuskan dalam bahasa dan tulisan yang dipahami dan disepakati para pihak yang bersangkutan. Biasanya bahasa yang umum dipergunakan adalah bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan internasional. Ada pula perjanjian-perjanjian internasional yang dirumuskan dalam dua bahasa atau lebih. Sedangkan tulisan dan huruf yang dipergunakan adalah huruf latin, meskipun tidak dilarang menggunakan huruf lain, misalnya huruf resmi yang dianut pihak yang terikat pada perjanjian tersebut, seperti huruf Thailand, huruf Arab, huruf China, huruf Jepang dan lain-lain. Dengan bentuknya yang tertulis,  maka terjamin adanya ketegasan, kejelasan, dan kepastian hukum bagi para pihak maupun juga bagi pihak ketiga yang mungkin pada suatu waktu tersangkut pada perjanjian tertentu.
 d.   Obyek Tertentu
Obyek dari perjanjian internasional itu adalah obyek atau hal yang diatur di dalamnya. Setiap perjanjian pasti mengandung obyek tertentu. Tidak ada perjanjian yang tanpa obyek yang pasti. Obyek itu sendiri secara langsung menjadi nama dari perjanjian tersebut, misalnya konvensi tentang hukum laut yang berarti obyek dari perjanjian atau konvensi tersebut adalah tentang laut. Perjanjian tentang garis batas wilayah yang berarti obyeknya adalah garis batas wilayah para pihak, demikian pula perjanjian tentang hukum; kerjasama ekonomi dan perdagangan; kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi; dan lain-lain[2]
e.   Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional
Yang dimaksud hukum internasional dalam hal ini adalah, baik hukum internasional pada umumnya, maupun perjanjian internasional pada khususny. Sebagaimanya secara umum sudah dipahami, bahwa setiap perjanjian melahirkan hubungan hukum berupa hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi paa pihak yang terikat pada perjanjian ini. Demikian pula dari sejak perundingan untuk merumuskan naskah perjanjian, pemberlakuan, pelaksanaannya dengan segala permasalah yang timbul serta pengakhiran berlakunya perjanjian, seluruhnya tunduk pada hukum internasional. Hal ini menunjukkan atau mencirikan bahwa perjanjian itu memiliki sifat internasional dan oleh karena itu termasuk dalam ruang lingkup hukum internasional



[1] . Parthiana, I wayan, Perjanjian Internasional Bagian 1. Cetakan Pertama, Mandar Maju, Hal. 16
[2] Ibid. Hal.17

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda