Blogger Template by Blogcrowds.

Mengapa Hukum harus ditaati

Oleh karena peraturan hukum harus mempunyai kekuasaan hukum. Apabila tidak, maka peraturan itu berupa kekuasaan hanya merupakan paksaan semata-mata. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada zaman Belanda kaum nasionalis bangsa Indonesia menaati peraturan-peraturan Pemerintah Hindia Belanda karena kekuatannya, dan tidak karena kekuasaanya. Bagi meraka pemerintah Hindia Belanda hanya mempunyai kekuatan (macht, power). Jadi jelaslah bahwa pengertian kakuatan dan kenyataan (werkelijkheid) ditentukan oleh perasaan hukum (waarde oordeel) dari orang yang bersangkutan, artinya, suatu peraturan baru dinamakan suatu peraturan hukum apabila peraturan itu dinamakan suatu peraturan hukum apabila peraturan itu diterima bukan Karena paksaan. Yang dimaksud dengan “paksaan hukum” ialah perasaan tentang adil tidaknya sesuatu hal dan perlu tidaknya diberi sanksi oleh pemerintah.

Hukum ditaati orang karena hukum itu bersifat memaksa. Hal ini dapat ditinjau dari batasan yang dikemukakan oloeh beberapa sarjana hukum seperti:

a) Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat, “yang 
pelaksanaanya dapat dipaksakan” dan bertujuan mendapat tata atau damai atau keadilan (Prof. Dr. P. Borst)

b) Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat ( Prof. Dr. van kan)

c) Disamping unsure “verlof”, belofte dan “disposisi menurut Prog Scholten “recht is bevel”. Bevel adalah perintah yang berarti bahwa hukum mempunyai sifat memaksa.
Paksaan-paksaan tersebut di dalam hukum berupa sanksi hukuman. Sebagai contoh sanksi hukuman dikemukakan (Marhainis 1981:40):

a. Seorang tidak akan membunuh karena KUHpid, siapa uang membunuh diancam dengan hukuman mati atau penjara.

b. Sepasang muda-mudi tidak akan hidup bersama tanpa nikah secara resmi, karena sanksi tuhan dan masyarakat sekelilingnya akan mencela dan akan menghukum secara psikologis dan kurungan siksa atau pengucilan oleh masyarakat.

c. Seorang nasabah (penerima kredit) akan membayar pinjaman pokok atau bunga pada waktunya, karena bank dapat menguasai dan menyita jaminan jaminan serta menuntut rugi.
Beberapa teori atau aliran yang menyebabkan mengapa hukum harus ditaati oleh orang atau masyarakat, antara lain:


a. Mahzab hukum alam atau hukum kodrat

Mahzab hukum alam adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan bertitik tolak dari keadilan yang mutlak, artinya bahwa keadilan tidak boleh diganggu. Apabila keadilan itu terganggu akan menimbulkan reaksi manusia yang akan berusaha mengembalikan kepada situasi semula yaitu situasi yang adil menurut pandangan orang yang berpikir sehat. Masalahnya sekarang ialah apakah sebenarnya hukum alam itu? Hukum alam adalah hukum yang meniliki sifat-sifat seprti berikut:

• Terlepas diri kehendak manusia, atau tidak bergantung pada pandangan manusia.
• Berlaku tidak mengenal batas waktu, artinya berlaku kapan saja.
• Bersifat universal artinya berlaku bagi semua orang
• Berlaku di semua tempat atu berlaku di mana saja tidak mengenal batas tempat
• Bersifat jelas (dengan sendirinya) bagi manusia.


Jadi hukum alam adalah hukum yang tidak bergantung pada pandangan manusia, berlaku kapan saja,dimana saja, bagi siapa saja dan jelas bagi semua manusia tanpa ada yng menjealaskannya . ajaran mengenai hukum kodrat dikemukakan antara laon oleh Aristoteles, Thomas Aquino, Hugo de Groot dan Rudolf Stammler.

1). Ajaran hukum alam Aristoteles.

Aristoteles berpendapat bahwa ada dua macam hukum yaitu:

a) Hukum yang berlaku karena penetapan penguasa negara
b) Hukum yang tidak bergantung dari pandangan manusia

Macam hukum yang kedua ini adalah hukum alam yaitu hukum yang tidak bergantung dari pandangan manusia akan tetapi berlaku untuk semua manusia kapan saja dan di mana pun dia berada.


Menurut Aristoteles, pendapat orang tentang “keadilan” adalah tidak sama, sehingga seakan-akan tidak ada hukum alam yang “asli”, namun haruslah diakui bahwa ada hukum yang bersifat mutlak, yang tidak tergantung pada waktu dan tempat, meskipun tidak dapat diingkari pula bahwa sesuatu itu ada kekecualiannya. Oleh karena itu bukanlah syarat mutlak bahwa hukum alam itu berlaku di zaman apa saja dan diman-mana, akan tetapi lazimnya, yaitu dalam keadaan biasa, hukum alam itu memang didapati di mana saja dan zaman apa saja dan di mana-mana, akan tetapi lazimnyam yaitu dalam keadaan biasa, hukum alam itu memang didapati di mana saja dan zaman apa saja, berhubung dengan sifat keasliannya yang memang selaras dengan kodrat alam. Jadi hukum alam ialah hukum yang oleh orang-orang berpikir sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat manusia.


b). Mahzab Sejarah

Mahzab sejarah dipelopori oleh Fredrich Carl Von Savigny. Mahzab ini merupakan rekasi terhadap para pemuja hukum alam atau hukum kodrat yang berpendapat bahwa hukum alam itu bersifat rasionalititas dan berlaku bagu segala bangsa, untuk semua tempat dan waktu. Mahzab sejarah berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempat. Pendapat demikian itu didasari dengan data empiris dari penyeledikan. Salah satu sebab timbulnya mahzab sejarah adalah dorongan nasionalismu yang tumbuh pada akhir abad XVIII sebagai reaksi terhadap semangat revolusi dan ekspansi Perancis. Mahzab sejarah menitikberatkan pandangan pada jiwa bangsa (volksgeist) yang pada suatu saat juga akan mati apabila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya. Bangsa di dunia ini bermacam-macam adanya oleh Karena jiwa dan kepribadianyaa pun bermacam-macam pula. Jiwa bangsa menjelma dalam bahasa, adat kebiasaan, susunan ketatanegaraan dan hukum bangsa itu.

Sebagaima halnya bahasa, hukum itu timbul melalui suatu proses yang perlahan-lahan. Hukum hidup dalam kesadaran bangsa, maka hukum berpangkal pada kesadaran bangsa. Jadi hukum itu merupakan suatu rangkaian kesatuan yang tak terpisahkan dengan sejarah bangsa dan oleh karenanya hukum itu senantiasa berubah menurut tempat dan waktu. Dengan demikian jelaslah bahwa pendapat Von Savigny bertentangan dengan ajaran mahzab hukum alam yang berlaku abadi, di mana-mana di seluruh dunia menurut mahzab sejarah hukum bersumber pada perasaan keadilan yang naluriah yang dimiliki setiap bangsa itu menghasilkan hukum, karena yang dapat mewujudkan hukum itu adalah jiwa bangsa yang sama-sama hidup dan berada dalam setiap individu dan menghasilkan hukum positif. Timbulnya hukum positf tidak terjadi oleh akal manusia yang secara sadar memang 

menghendaki, tetapi hukum positif itu tumbuh dan berkembang di dalam kesadaran bangsa secara organik. Jadi tumbuh dan berkembangnya hukum itu bersama-sama dengan tumbuh berkembangnya suatu bangsa

C. Teori Theokrasi

Teori ini menganggap bahwa hukum itu kemauan tuhann. Dasar kekuatan hukum dari teoari ini ialah kepercayaan kepada tuhan.


Perintah-perintah tuhan ditulis dalam kitab-kitabsuci. Tinjauan tentang hukum dikaitkan dengan kepercayaan dan agama. Demikian pula dasar-dasar ajaran tentang legitimasi kekuatan hukum.

Teori theokrasi ini di barat diterima sampai zaman Renaissance (abad 17). Sesudah Renaissance yang timbul adalah teori perjanjian. Namun demikian penganut teori teokrasi tetap ada seperti Katolik, Islam dan lain sebagainya.

Penganut teori teokrasi ini adalah Friderich Stahl (Jerman).

D. Teori Kedaulatan Rakyat ( Perjanjian Masyarakat ).

Pada zaman Renaissance timbul teori yang mengajarkan bahwa dasar hukum itu ialah : “akal atau rasio” manusia ( aliran Rasionalitasme ). Menurut aliran Rasionalisme ini bahwa Raja dan penguasa negara lainnya memperoleh kekuasaanya itu bukanlah dari tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada abad pertegahan diajarkan, bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu perjanji anantara Raja itu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam perjanjian itu.


Kemudian setelah itu dalam abad ke 18 Jean Jacques Rousseu memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara ialah “Perjanjian masyarakat”. ( contract Social ) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Penganut lainnya, adalah Monstesquieu, John Locke.
Adapun teori Rousseau tersebut dikemukakan dalam buku karangannya yang berjudul “Le Contract social (1762). Teori Rousseau yang menjadi dasar paham “kedaulatan Rakyat” mengajarkan, bahwa negara bersandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-peraturan perundangan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut. Orang menaati hukum, karena orang sudah berjanji menaati hukum. Teori ini dapat disebut teori perjanjian masyarakat.

Hobbes, merupakan orang pertama dalam teori perjanjian masyarakat, bagi hobbes keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman, adil, dan makmur.
Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, suatu “inferno” di dunia ini tanpa hukum yang dibuat manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antara individu itu masing-masing.

Dalam keadaan demikian itu “hukum” dibuat oleh mereka yang fisik terkuat sebagaimana keadaannya di hutan rimba raya.Manusia seakan-akan merupakan binatang yang senantiasa berada dalam kadaan bermusuhan, terancam oleh sesamanya dan menjadi mangsa dari manusia yang fisik lebih kuat dari padanya. Keadaan tersebut dilukiskan dalam pribahasa “Homo homini lupus” (=manusia yang merupakan binatang buas bagi manusia lain).

Dalam keadaan ini, manusia saling bermusuhan berada terus menerus dalam keadaan perang antara yang satu dengan yang lain. Keadaan inilah yang dikenal sebagi “bellum omnium contra omnes” (=perang antara semua melawan semua). Di sini yang dimaksud dengan perang bukan perang dalam arti peperangan teroraganisir, tetapi perang dalam arti keadaan bermusuhan yang terus menerus antara individu lainnya.

Dalam kepustakaan ilmu politik dikenal dua macam perjanjian masyarakat, yaitu:

1. Perjanjian masyarakat yang sebenarnya.
2. Perjanjian pemerintah.


Perjanjian pemerintah ini secara teknis disebut “pactum subjectionis” atau “pacte de gouverner” (=contract pf gouvernerment).

Menurut Thomas Hobbes (1588-1679) dalam pactum subjectionis, rakyat telah menyerahkan seluruh haknya pada raja dan hak yang telah diserahkan itu tidak dapat ditarik kembali. Jadi menurut Hobbes, negara itu seharusnya berbentuk kerajraan mutlak.


Sedangkan menurut John locke ( 1632-1704) dalam pactum subjectionis tidak seluruh hak manusia yang diserahkan kepada penguasa, tetapi ada hak-hak yang diberikan oleh hukum alam yang tetap melekat padanya

Hak itu adalah hak asasi manusia, yang terdiri dari hak hidup, hak kemerdekaan dan hak milik yang harus dilindungi oleh raja dan dijamin dalam UUD.

Dengan demikian John locke menghendaki adanya kerajaan yang berundang-undang dasar.
Dalam sistem liberal:

• Yang dipentingkan adalah individu.
• Negara tidak boleh mencampuri kehidupan ekonomi rakyat.
• Negara hanya merupakan politie staat (mengatur saja).
• Negara hanya berupa Nachtwachetr staat dalam menciptkan kesejateraan masyarakat (social walfare state).


E. Teori Kedaulatan Negara.

Teori ini timbul pada abad 18 pada waktu memencaknya ilmu pengetahuan alam. Teori ini menentang teori perjanjian masyarakat. Yang menjadi pendekar-pendekarnya adalah Jellineck (Jerman) dan Paul Laband (Jerman). Menurut teori ini:


1. Hukum adalah kehendak negara. Hukum bukan kamauan bersama anggota masyarakat, dan negara mempunyai kekuasaan terbatas.

2. Hukum ditaati orang karena negara menghendakinya Hans Kelsen penganjur teori kedaulatan negara menyebutkan dalam bukunya “reine rechtslehre”, bahwa hukum adalah “wille des States” ( hukum adalah kemauan negara). Ditaatinya hukum oleh masyarakat bukan karena negara yang menhendaki, tetapi orang merasa wajib menaati sebagai peritah negara.

Mengenai wajib menaati hukum timbul kata wajib hukum. Surojo Wignnyodipuro, SH dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum halaman 15 menjelaskan:

Wajib hukum ialah keharusan untuk menaati hukum, (recht splicht).
Peraturan hukum mengatur secara langsung wujud tindakan orang (perbuatan lahir/nyata).
Kehendak yang belum diwujudkan dalam tindakan tidak terkena hukum.
Apabila wujud tindakan telah diatur oleh hukum, maka diperhatikan juga sepenuhnya tindakan yang bersangkutan.

F. Teori Kedaulatan Hukum

Teori kedaulatan hukum merupakan penentangan terou kedaulatan negara. Teori ini berpendapat:


• Hukum berasal dari perasaan hukum yang ada pada sebagian besar anggota masyarakat.
• Hukum mewujudkan perasaan hukum sebagian besar anggota masyarakat.
• Oleh karenanya hukum diataati oleh anggota masyarakat.

Teori ini timbul pada abad 20 dan pendekar-pendekarnya adalah Crout (Perancis), Duguit (Perancis), dan Krabbe (Leidden negeri Belanda). Prof. Mr..H. Krebbe mengajarkannya dalam bukunya “Die Lehre der Rechtssouvereintei” (1906):


• Bahwa rasa keadilanlah yang merupkan sumber hukum
• Hukum hanya apa yang memenuhi rasa keadilan dari orang terbanyak
• Hukum yang tidak sesuai dengan rasa keadilan orang terbanyak tidak dapat mengikat. Peraturan yang demikian ini bukan merupakan hukum, walaupun masih ditaati orang atau dipakasakan.
• Hukum itu ada, karena masyarakat mempunyai perasaan bagaimana hukum itu seharusnya. Dan hanya kaidah yang timbul dari perasaan hukum yang mempunyai kewibawaan.

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda